Slideshow

ENERGI AKTIF SEBUAH VISI



ENERGI AKTIF SEBUAH  VISI
IRSYADI, S.Ag.M.Ag
( Wakil Sekretaris PTA Palembang )

Sebuah cita cita atau sebuah perencanaan dan pekerjaan yang akan dilaksanakan bila tidak memiliki visi yang jelas maka pekerjaan tersebut dipastikan  tidak selesai atau mungkin selesai tetapi tidak maksimal. Pekerjaan yang memiliki visi dengan eksekusi misi misi yang jelas maka kecil kemungkinan lubang lubang kegagalan akan terjadi. Wajarlah orang Jepang memegang prinsip ““Vision  without work is a daydream, work without vision is a nightmare” Visi tanpa kerja adalah khalayan/lamunan, bekerja tanpa visi adalah mimpi buruk.

Seorang Ketua, pimpinan di sebuah kantor Pengadilan masuk keruang Hakim yang sedang menggarap sebuah putusan.
Hakim yang pertama ditanya sang Ketua, “Pak, Apa yang sedang Bapak kerjakan.
Hakim tersebut menjawab menyusun dan mengonsep Putusan pak Ketua. Demikian jawaban Hakim yang pertama, persis memang seperti apa yang sedang ia lakukan yaitu mengonsep putusan.
Ketua Pengadilan kemudian ke Hakim yang ke-dua dan iapun mengajukan pertanyaan yang sama, persis seperti apa yang memang sedang ia kerjakan mengonsep dan menyusun putusan, “ Pak, Apa yang sedang Bapak kerjakan?, kali ini jawaban Hakim ke-dua agak sedikit berbeda. “ Saya sedang membuat  kontruksi sebuah putusan, “bahkan Hakim ke-dua ini pun bisa menjelaskan argumentasi, dan dasar hukumnya dan waktu selesainya putusan itu dibuat.
Terakhir, Ketua menghampiri Hakim yang ke-tiga dan kembali bertanya,”Pak, Apa yang sedang Bapak kerjakan?, Maka Hakim yang ke-tiga menjawab, “ saya sedang membuat sebuah Putusan mahakarya  Pak Ketua. Selain itu, hakim yang ke-tiga bisa menjelaskan duduk persolanya jelas dan terukur, meletakan konstruksi hukum dengan argumentasi atau logika hukum yang tak bisa terbantahkan dan Hakim ini mampu mengilustrasikan bila putusan ini selesai akan menjadi karya indah untuk lembaga ini dan mampu mengangkat kepercayaan terhadap lembaga ini.
Dari ke tiga Hakim  terasebut, mana yang menurut anda akan bekerja atau melahirkan Putusan dengan lebih baik? Jawababnnya tentu saja Hakim  yang ketiga. Mengapa? Apa yang membedakan Hakim pertama , kedua dan ketiga?
Jawabannya adalah  sebuah “VISI”.
1.      Hakim yang pertama (kerja tanpa visi).
Hakim yang bekerja tanpa visi yang jelas hanya akan menghasilkan lembaran-lembaran putusan yang tiada guna dan manfaat bagi proses penegakan hukum (law enforcement) yang baik kepada masyarakat pencari keadilan, sebab putusan yang dihasilkan oleh hakim yang bekerja tanpa visi tidak akan menciptakan ketenteraman, kebahagian, keadilan, kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan, Oleh karenanya kemungkinan besar Putusan yang dibuat tersebut tidak akan sejalan lagi dengan   salah satu tujuan hukum yaitu the greatest happiness for the greatest numbers (memberi kebahagiaan sebesar besarnya kepada seluruh anggota masyarakat). Justru sebaliknya, hakim yang bekerja tanpa visi akan menciptakan keresahan, kegelisahan dan ketidak-adilan  bagi masyarakat sehingga pada gilirannya akan berakibat publik tidak akan percaya (bad trust society) lagi dengan lembaga peradilan.
Bila lembaga peradilan yang tidak dipercaya lagi oleh masyarakat maka akan  timbul dampak negative yang lebih besar tidak hanya kepada institusi/lembaga tersebut akan tetapi meluas kepada bangsa dan Negara. Bangsa dan Negara akan menjadi baik dan besar bila proses penegakan hukum (law enforcement) berjalan dengan baik, sehingga melahirkan ketentraman, kebahagiaan, keadilan, dan  kepercayaan masyarakat kepada lembaga perdilan (good trust society), sebaliknya bangsa dan Negara akan menjadi hancur apabila proses penegakan hukum tidak berjalan dengan baik, hal mana sesuai dengan adagium the gavernent not by man but by law,. Dalam sejarah, Negara Amerika dan Rusia pernah mengalami masa suram dan hampir runtuh yang disebabkan karena proses penegakan hukum (law enfoccement) tidak berjalan dengan baik.
2.      Hakim yang kedua (kerja dengan visi minimalis).
Hakim yang bekerja dengan visi minimalis lebih baik dari pada hakim yang bekerja tanpa visi, sebab hakim yang bekerja dengan visi minimalis akan menghasilkan lembaran-lembaran putusan yang baik karena telah mempertimbangkan fakta dengan argumentasi yuridis yang jelas, hal mana sesuai dengan maksud dan kehendak Pasal 62 Undang-unddang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Pasal 50 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun demikian, putusan yang dihasilkan oleh hakim yang bekerja dengan visi minimalis kebenarannya masih bersifat normative belum sampai menjangkau nilai guna dan manfaat dari putusan tersebut sebagai akhir dari proses penegakan hukum (law enforcement) yang benar-benar didambakan dan diidamkan oleh masyarakat pencari keadilan.
 Putusan yang dihasilkan oleh hakim yang bekerja dengan visi minimalis akan menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan secara subyektif dan tidak bersifat totalitas, sebab tidak menutup kemungkinan bagi pihak yang kepentingannya terakomodir dalam putusan tersebut tentu akan merasa puas dan mengangap putusan tersebut benar dan adil. Akan tetapi, bagi pihak yang kepentingannya tidak terakomodir tentu merasa tidak puas dan menganggap putusan tersebut tidak adil. Dengan demikian, putusan yang dihasilkan oleh hakim yang bekerja dengan visi minimalis belum dapat menciptakan kondisi masyarakat yang tentram, bahagia dan damai secara totalitas sebagaimana yang diharapkan oleh salah satu tujuan hukum yaitu, the greatest happiness for the greatest numbers (memberi kebahagiaan sebesar besarnya kepada seluruh anggota masyarakat).
3.      Hakim yang ketiga (kerja dengan visi yang terukur dan totalitas).
Hakim yang bekerja dengan visi yang terukur dan totalitas lebih baik daripada hakim yang bekerja tanpa visi dan Hakim yang bekerja dengan visi minimalis, sebab hakim yang bekerja dengan visi yang jelas dan terukur serta totalitas akan menghasilkan lembaran-lembaran putusan yang baik yang sangat diharapkan oleh para pencari keadilan karena telah mempertimbangkan segala aspeknya, yaitu: aspek yuridis, moral dan social (legal justice, moral justice, dan social justice) sehingga masyarakat pencari keadilan merasakan guna dan manfaatnya dari putusan dimaksud (doelmatige heid). Karena Hakim yang ke-tiga ini bekerja dengan ruh bahwa dirinya merupakan bagian dari visi tersebut.
Putusan yang dapat dirasakan nilai guna dan manfaatnya oleh masyarakat pencari keadilan akan benar-benar dapat menciptakan suasana masyarakat yang tenteram, bahagia dan damai yang diharapkan oleh masyarakat sehingga pada giliranya akan menumbuhkan rasa  kepercayaan masyarakat kepada lembaga perdilan (good trust society), artinya Hakim ke-tiga tersebut mampu menjadi lentera di bumi sebagai perwakilan Tuhan lewat produk-produk Putusannya, sehingga pada akhirnya akan Mewujudkan lembaga peradilan yang agung (Court Exellen) sesuai dengan visi Mahkamah Agung RI.
( Trims Dr. Yasardin, SH. MH dan Sulhan, SH, MH tempat bertanya dan berdiskusi di Mess PTA Palembang )